Tuesday, January 24, 2012

Potensi dan Prospek Tanaman Hortikultur Buah sebagai Food, Feed, Fuel

BAB I
PENDAHULUAN


I. LATAR BELAKANG
Buah adalah organ pada tumbuhan berbunga yang merupakan perkembangan lanjutan dari bakal buah (ovarium). Buah biasanya membungkus dan melindungi biji. Aneka rupa dan bentuk buah tidak terlepas kaitannya dengan fungsi utama buah, yakni sebagai pemencar biji tumbuhan.
Pengertian buah dalam lingkup pertanian (hortikultura) atau pangan adalah lebih luas daripada pengertian buah di atas dan biasanya disebut sebagai buah-buahan. Buah dalam pengertian ini tidak terbatas yang terbentuk dari bakal buah, melainkan dapat pula berasal dari perkembangan organ yang lain. Karena itu, untuk membedakannya, buah yang sesuai menurut pengertian botani biasa disebut buah sejati.
Buah seringkali memiliki nilai ekonomi sebagai bahan pangan maupun bahan baku industri karena di dalamnya disimpan berbagai macam produk metabolisme tumbuhan, mulai dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, alkaloid, hingga terpena dan terpenoid. Ilmu yang mempelajari segala hal tentang buah dinamakan pomologi.
Hortikultura berasal dari kata “hortus” (= garden atau kebun) dan “colere” (= to cultivate atau budidaya). Secara harfiah istilah Hortikultura diartikan sebagai usaha membudidayakan tanaman buah-buahan, sayuran dan tanaman hias (Janick, 1972 ; Edmond et al., 1975). Sehingga Hortikultura merupakan suatu cabang dari ilmu pertanian yang mempelajari budidaya buah-buahan, sayuran dan tanaman hias.

II. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dibuatnya makalah ini yaitu untuk lebih memahami mengenai potensi dan prospek tanaman pangan khususnya holtikultura buah sebagai bahan pangan (food), pakan (feed) dan bahan bakar (fuel).
III. RUMUSAN MASALAH
Makalah ini dibuat dengan rumusan masalah yaitu :
A. HORTIKULTUR BUAH SEBAGAI PANGAN
1. Sukun
2. Pisang
B. HORTIKULTUR BUAH SEBAGAI PAKAN
A. Markisa
B. Nanas
C. Pisang
C. HORTIKULTUR BUAH SEBAGAI BAHAN BAKAR
A. Pisang


BAB II
PEMBAHASAN

I. HORTIKULTUR BUAH SEBAGAI PANGAN
A. Sukun

Kerajaan : Plantae
Filum : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Rosales
Famili : Moraceae
Genus : Artocarpus
Spesies : A. altilis
Berdasarkan kandungan karbohidrat dan nilai gizinya, buah sukun dapat digunakan sebagai sumber pangan lokal. Dengan beberapa cara pengolahan, buah sukun dapat digunakan untuk menunjang ketahanan pangan. Penganekaragaman konsumsi pangan merupakan upaya yang tidak mudah dan cepat dinilai keberhasilannya.
Hampir seluruh bagian tanaman sukun dapat dimanfaatkan untuk keperluan hidup manusia. Daun sukun yang telah kuning dapat dibuat minuman untuk obat penyakit tekanan darah tinggi dan kencing manis, karena mengandung phenol, quercetin dan champorol dan juga dapat digunakan sebagai bahan ramuan obat penyembuh kulit yang bengkak atau gatal.
Sukun di Indonesia kebanyakan dikonsumsi dalam bentuk olahan baik digoreng maupun direbus dari buah yang masih mentah. Buah sukun umumnya dikonsumsi setelah digoreng seperti talas dan adakalanya direbus atau dibuat kripik. Di Maluku, buah sukun sering dibakar utuh, kemudian baru dikupas dan dipotong-potong untuk dijadikan kolak, demikian pula yang dilakukan oleh penduduk Tahiti. Diversifikasi produk dari sukun masih sangat terbatas, padahal sukun merupakan salah satu komoditas yang mudah rusak, sehingga harga sukun relatif murah.
Upaya untuk meningkatkan daya guna sukun dan nilai ekonominya dapat dilakukan dengan menganekaragamkan jenis produk olahan sukun, untuk itu perlu dikembangkan cara pengolahan lain seperti pembuatan tepung sukun dan pati sukun.
Keterbatasan pemanfaatan buah sukun di Indonesia disebabkan kurangnya informasi tentang komoditi sukun. Padahal komoditi ini sangat potensial sebagai usaha menganekaragamkan makanan pokok, terutama penduduk Indonesia yang makanan pokoknya beras.
Perilaku konsumsi pangan yang sudah terpola pada masyarakat Indonesia tidaklah mudah diubah begitu saja. Usaha-usaha yang selama ini telah dilakukan untuk menganekaragamkan makanan, khususnya dalam rangka mengurangi ketergantungan akan beras masih belum cukup. Sosialisasi dan pengenalan berbagai jenis pangan olahan perlu dilakukan secara terus menerus.


B. Pisang

Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Keluarga : Musaceae
Genus : Musa
Spesies : Musa spp.

Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan Tengah. Di Jawa Barat, pisang disebut dengan Cau, di Jawa Tengah dan Jawa Timur dinamakan gedang. Pisang adalah buah yang sangat bergizi yang merupakan sumber vitamin, mineral dan juga karbohidrat.

1. Bonggol pisang untuk obat dan makanan

Air bonggol pisang kepok dan klutuk juga diketahui dapat dijadikan obat untuk menyembuhkan penyakit disentri, pendarahan usus, obat kumur serta untuk memperbaiki pertumbuhan dan menghitamkan rambut. Sedangkan untuk makanan, bonggol pisang dapat diolah menjadi penganan, seperti urap dan lalapan

2. Cuka Kulit Pisang

Mula-mula kumpulkan kulit pisang sebanyak 100 kg dan lakukan proses produksi selama 4-5 minggu. Kebutuhan bahan-bahan lain mencakup: 20 kg gula pasir, 120 gr ammonium sulfit (NH4)2S03, 0,5 kg ragi roti (Saccharomyces cerevisiae) dan 25 liter induk cuka (Acetobacter aceti).
Cara rnembuatnya, kulit pisang dipotong-potong atau dicacah, lalu direbus dengan air sebanyak 150 liter. Saring dengan kain dalam stoples. Berdasarkan uji lapangan, bahan awal kulit pisang yang direbus itu akan menghasilkan cairan kulit pisang kira-kira 135 liter, bagian yang hilang 7,5 kg, dan sisa bahan padat sekitar 112,5 kg. Setelah disaring ke stoples, cairan kulit pisang ini perlu ditambah ammonium sulfit dan gula pasir.
Langkah berikut, didinginkan dan tambahkan ragi roti. Biarkan fermentasi berlangsung satu minggu. Hasilnya disaring lagi. Dari 135 liter cairan kulit pisang setelah difermentasi dan disaring menjadi 130 liter larutan beralkohol, dan lima liter produk yang tidak terpakai. Pada larutan beralkohol itu ditambahkan induk cuka, dan biarkan fermentasi berlangsung selama tiga minggu.
Selanjutnya, hasil fermentasi larutan beralkohol dididihkan. Nah, dalam kondisi masih panas, cuka pisang dimasukkan ke dalam botol plastik. Lalu segera ditutup dan disimpan dalam temperatur kamar. Biasanya pemasaran cuka pisang dikemas dalam plastik berukuran 40 ml, 60 ml, atau 80 ml. Jika dihitung, dari 100 kg kulit pisang akan diperoleh sekitar 120 liter cuka pisang.


3. Roti dari Kulit Pisang
Kulit pisang kerap dibuang begitu saja di sembarang tempat. Namun setelah diteliti terbukti kulit pisang memang tak bisa dianggap barang remeh. Karena ternyata memiliki kandungan vitamin C, B, kalsium, protein, dan juga lemak yang cukup. Dari kulitnya ini lah dibuat roti. Hal ini merupakan hal baru setelah sebelumnya pembuatan roti menggunakan kulit nangka.

4. Dendeng Jantung Pisang

Tanaman pisang tumbuh baik dan dibudidayakan di seluruh wilayah Indonesia. Jenis pohon mudah ditanam dan hampir setiap rumah di pedesaan memiliki pohon pisang ini.
Setiap petani dapat dipastikan menanam pisang, meskipun di antaranya hanya menanam pisang pada pekarangan. Tak ada ruginya menanam pohon ini. Apalagi, seluruh bagian dari tanaman pisang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga mulai dari daun, buah, sampai bonggol pohonnya.
Buah dan bagian tanaman pisang pun bisa diolah menjadi berbagai macam jenis makanan olahan. Salah satu makanan olahan dari bagian tanaman pisang adalah dendeng jantung pisang.
Untuk membuat dendeng jantung pisang perlu disiapkan sejumlah bahan, meliputi empat buah jantung pisang, satu sendok makan ketumbar, 50 gr ikan teri, 10 siung bawang merah, dan empat siung bawang putih. Sedangkan kebutuhan peralatan terdiri atas pisau, kukusan, penumbuk, dan tampah.
Cara membuatnya, ambil jantung pisang yang masih segar. Buang kelopak bagian luar hingga tampak kelopak dalamnya berwarna putih kemerah-merahan. Jantung pisang tersebut direbus sampai lunak. Lalu ditumbuk sampai halus.
Selanjutnya, bumbu-bumbu ditumbuk lalu dimasak dalam wajan. Setelah itu, tumbukan jantung pisang dimasukkan ke dalam wajan berisi bumbu. Diaduk-aduk sampai merata, lalu tambahkan gula merah. Jika sudah masak, silakan diangkat dan segera dicetak di atas tampah. Jadilah dendeng jantung pisang yang telah dicetak. Dendeng tersebut dijemur selama 2-3 hari hingga kering. Lantas, digoreng hingga masak, dan akhirnya dikemas dalam kantong plastik.

5. Keripik Bonggol Pisang
Kebutuhan bahan untuk membuat keripik bonggol pisang terdiri atas bonggol pisang, natrium bisulfit, garam, bawang merah, bawang putih, minyak goreng, merica, dan air. Sedangkan piranti yang mesti disiapkan adalah pisau, baskom, wajan, ember, kompor, talenan, dan alat penunjang lainnya.
Cara membuatnya, ambil bonggol pisang, lalu kupas kulit luarnya, dan dicuci dengan air bersih. Bonggol diiris menjadi irisan-irisan tipis sekitar 0,5 cm. Irisan bonggol direndam dalam larutan natrium bisulfit satu persen selama 2-3 menit (Pedomannya: 1 gram natrium bisulfit dicairkan ke dalam 1 liter air). Setelah direndam, irisan bonggol ditiriskan.
Selanjutnya, bumbu-bumbu ditumbuk sampai halus, lalu dimasukkan ke dalam baskom dan tambahkan sedikit air. Rendam irisan bonggol dalam baskom yang berisi bumbu, lalu diaduk sampai rata, dan biarkan sekitar 5-10 menit agar bumbunya meresap.
Irisan bonggol yang telah dibumbui itu digoreng, sambil dibolak-balik hingga kematangan merata. Angkat dan tiriskan. Akhirnya, jadilah keripik bonggol pisang yang dikemas dalam kantong plastik.


II. HORTIKULTUR BUAH SEBAGAI PAKAN
Usaha produksi tanaman hortikultura memiliki potensi beragam dalam hal menghasilkan bahan baku pakan bagi ternak. Potensi ini ditentukan oleh dua hal yaitu ,
1. Tersedia tidaknya produk sampingan, limbah atau hasil sisa baik yang berasal dari tanaman itu sendiri, maupun dari proses pengolahan hasil utamanya
2. Tersedia tidaknya lahan bagi pengembangan hijauan pakan tanpa mengorbankan produksi tanaman hortikultura
Oleh karena itu, dalam merencanakan pengembangan sistem integrasi ini perlu diidentifikasi jenis tanaman hortikultura ber dasarkan kriteria tersebut diatas.

A. Markisa

Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermathopyta
Ordo : Malpighiales
Famili : Passifloraceae
Genus : Passiflora
Spesies : P. edulis
Sebagai sumber bahan baku pakan potensi tanaman markisa terdapat pada produk limbah yang dihasilkan dari proses pengola han buah markisa untuk menghasilkan sari markisa. Secara nasional terdapat potensi produksi buah segar sebesar 99.000 tahun , dan seba gian terbesar (99%) dihasilkan oleh tiga wilayah penghasil utama. Kontribusi terbesar disumbang oleh Provinsi Sumatera Barat (53%) diikut i oleh Provinsi Sulawesi Selatan (24%) dan Provinsi Sumatera Utara (23%). Usaha produksi markisa diperkirakan masih akan meningkat pada tahun mendatang dan dipr ediksi akan mencapai 112.000 ton pada tahun 2009.
Untuk menghasilkan bahan baku pakan dari buah markisa diperlukan adanya industri yang mengolah buah markisa untuk menghasilkan produk utama berupa sari markisa. Produk limbah hasil pengolah an buah markisa relatif tinggi yaitu mencapai 60% dari berat buah dengan komposisi sekitar 45% merupakan kulit buah dan 15% adalah biji. Berdasarkan komposisi produk tersebut dapat diprediksi potensi limbah yang dap at dihasilka n dari proses pen golahannya. Potensi produksi ini selanjutnya dapat dikonverika n kedalam bahan kering dengan menggunakan tingkat kandungan air sebesar berturut-turut 33% dan 25% pada kulit buah markisa dan biji markisa.
Dari aspek nutrisi, kulit buah markisa mengandung bahan organik, energi tercerna, dan protein kasar sebesar berturut-turut 76%, 2809 Kkal/kg dan 18,1%, sedangkan biji markisa mengandung 84% bahan organik, 3026 Kkal/kg en ergi tercerna dan 20,1% protein kasar. Hal ini secara jelas mengindikasikan poten si sebagai sumber energi dan protein bagi ternak ruminansia.
Proses pengolahan buah markisa untuk menghasilkan pakan ternak pada dasarnya hanya membutuhkan prosed ur dan teknologi yang relative sederhana. Ada tiga prosedur yang telah diterapkan yaitu proses pengeringan, penggilingan dan pencampuran (blending). Selain itu, untuk meningkatkan mutu nutrisi, terutama kulit buah markisa dapat pula dikombinasikan dengan proses fermentasi sebelum di blending.
Proses pengeringan merupakan fa ktor kritis u ntuk kulit buah dan biji markisa, karena kandungan air yan g relatif tinggi saat di hasilkan dari pabrik yaitu berkisar antara 25-33%. Pengeringan h arus segera dilakukan untuk menghindari kerusakan bahan (pelapukan) yang akan mengakibatkan rendahnya palatabilitas bahan bila diberikan kepada ternak. Pengalaman empiris menunjukan b ahwa pengeringan menggunakan energi matahari membutuhk an waktu sekitar 2-4 hari untuk mendapatkan ba han dengan kadar air sekitar 1 0-12% denan biaya (tenaga kerja) a ntara Rp 10,0–Rp.15,0 per kg bahan kering. Namun, cara ini memiliki kelemahan yaitu ketergantungan kepada cua c a yang sering sulit dip rediksi. Cua c a yang tid ak kondusif akan membutuhk an waktu pengeringan lebih lama dengan kon sekuensi meningkatnya jumlah kerusakan ba han serta biaya tenaga kerja. Oleh karena itu, untuk p engolahan dalam skala industri penggunaan alat pengering yang menggunakan bahan ba kar lain (so lar, listrik) menjadi altern atif. Proses pen ggilingan membutuhk an mesin penggiling agar efisien. Ukuran partikel hasil pen ggilingan dapat dimodifikasi se suai dengan kebutuan.
Untuk bahan kulit buah markisa ukuran partikel hasil gilinga n dapat bervariasi dari bentuk tepung ( diameter saringan 1-1, 5 mm atau bentuk remahan (diameter saringan sekitar 5mm). Apabila penggunaan kulit buah ma rkisa diperuntukan bagi pembuatan konsentrat atau pakan komplit dalam bentuk pelet sebaiknya proses penggiling an diarahka n untuk menghasilkan bentuk tepung agar mendapatkan kond isi pelet yang baik. Namun, apabila penggunaannya untuk pakan komplit dalam bentuk mesh, maka disarankan dalam bentuk remaha n, karena proses ini relatif lebih murah. Proses penggilingan biji markisa me mbutuhkan bahan lain seba gai bahan pengisi (filler) yang tujuannya adalah untuk menyerap minyak (lemak) yang kelu ar dari endosperm biji saat digiling, sehingg a alat penggiling dapat berfungsi se caranormal. Dari pengalam an diperole h rasio biji / f iller yang optimal ber kisara antara 1/5-7.
Proses fe rmentasi menggunakan Aspergillus niger setelah penggilingan telah dicoba dengan tujuan untuk meningkatkan mutu kulit buah markisa. Akan tetapi, walaupun proses ini mampu meningkatkan kandungan protein kasar, namun tidak men ghasilkan respon yang lebih baik pada kambing dibandingkan dengan tanpa fermentasi.





B. Nanas

Kerajaan : Plantae
(tidak termasuk) Monocots
(tidak termasuk) Commelinids
Ordo : Poales
Famili : Bromeliaceae
Upafamili : Bromelioideae
Genus : Ananas
Spesies : A. comosus

Produksi buah nenas secara nasional mencapai sekitar 702 ribu ton per tahun dan sebagian besar disumbang oleh lima wilayah utama penghasil nenas (Tab el 4). Pot ensi tanaman nenas sebagai sumber pakan ternak dimungkinkan, apabila terdapat industri yang a kan mengolahan buah nenas menjadi produk hasil olahan seperti sari nenas. Tingkat rendemen sekitar 15%, atau dihasilkan produk limbah berupa campuran kulit dan serat perasan daging buah se besar 85%. Walaupun tidak seluruh produksi tan aman nenas digunakan untuk memenuh i kebutuhan pabrik pengolah yang ada, secara pote nsi terdapat sekitar 596 ribu ton pe r tahun limbah segar n enas yang dapa t dimanfaatkan seba gai bahan baku pakan ternak. Bila dikonversika n kedalam bahan kering dengan kadar air 24 %, maka te rdapat potensi seb esar 143 rib u ton per ta hun limbah nenas kering.
Teknologi p engolahan limbah nenas untuk men ghasilkan b ahan pakan ternak pada dasarnya serupa dengan pengolahan markisa seperti sebelumnya dipaparkan Limbahnenas mengandung air d alam jumlah besar, sehingga membutuhkan pengeringan secar a intensif dan cepat untuk menghindari kerusakan bahan. Namun, limbah nenas da pat pula diproses menggunakan teknologi fermentasi untuk menghasilkan pro duk silase limbah nenas. Hal ini dimungkinkan karena kandungan air sebesar 75% sesuai bagi proses pembuatan silase (McDONALD, 1981).Teknologi in i dapat mengatasi masalah cepatnya limbah men galami kerusakan apabila tidak segera dikeringkan. Dengan demikian pengolahan limbah menj adi silase dapat menghindari proses pen ggilingan maupun pengeringan, kar ena silase limbah dapat langsung digunakan sebagai pakan dasar. Hal ini dengan sendirinya berpotensi untuk mengurangi biaya pengolah an secara signifikan, walaupun untuk mengolah limbah kedalam b entuk silase juga me mbutuhkan biaya, antara lain untuk pembuatan silo dan bahan aditif. Diperlukan analisis efisiensi ekonomis untuk mengetahui proses pengolahan yang paling optimal dalam memanfaatakn limbah nena s tersebut yang hasilnya akan ditentukan oleh skala produksi.
Limbah nenas mengandung serat (NDF) yang relatif tinggi (57,3%), sedangkan protein kasar termasuk rendah yaitu hanya 3,5%. Oleh karena itu, potensi penggunaannya bukan sebagai komponen penyusun konse ntrat, namun lebih sebagai pakan dasa r penyusun ransum. Li mbah nena s yang telah diker ingkan dapat digunakan langsung sebagai pakan dasar, sedangkan bila digunakan sebagai pakan dasar dalam pakan komplit limbah harus digiling terlebih dahulu. Sebagai pakan dasa r, limbah nenas diharapakan dapat meminimalisisr ketergantungan akan pengadaan hijauan pakan bagi kebutuhan ternak.

C. Pisang
Batang pisang yang tidak dipakai biasanya langsung dibuang atau untuk menahan laju air tapi selain itu batang pisang juga bisa digunakan untuk pakan ternak karena kandungan yang terkandung di dalam batang pisang dapat meningkatkan gizi pada ternak tersebut sehingga akan meningkatkan kualitas dari ternak tersebut.


III. HORTIKULTUR BUAH SEBAGAI BAHAN BAKAR
A. Pisang
Siapa yang menyangka kulit pisang bisa dijadikan pengganti batu batterai. Cara pembuatannya pertama kulit pisang dan jeruk di buat jus, apabila tidak ada alat jus atau blender maka cukup dihancurkan atau di aduk hingga halus kemudian dicampur dengan air secukupnya. Setelah itu di buat sel elektrokimia dengan mengambil gelas kimia lalu larutan jus tadi ditaruh didalam gelas tersebut. Kemudian dibuat elektroda-elektroda yang terbuat dari Cu dan Zn. Tembaga dan seng disambung dengan kabel kemudian dibantu dengan tutup dari gabus dibuat variasi biar kelihatan menarik.
Satu sel adalah satu wadah atau satu gelas kimia yang berisi 2 elektroda dan 1 tutup. Kita ukur V dan I nya, V= Voltase, I= Amper setelah itu di aplikasikan atau dihubungkan kabel tersebut dengan benda percobaan. Aplikasi yang paling sederhana dan mudah diamati adalah kalkulator dan jam digital, begitu disambungkan ternyata kalkulator dan jam tersebut bisa hidup normal seperti dihubungkan pakai batu batterai
Dibandingkan dengan membeli batu batere, dengan menggunakan limbah kulit pisang sebagai pengganti batu batere akan mengurangi limbah dari pisang selain itu akan meningkatkan nilai jual dari kulit pisang itu sendiri dan akan mengurangi penggunaan batu batere yang kurang ramahh lingkungan.


BAB III
KESIMPULAN

Buah dalam lingkup pertanian (hortikultura) atau pangan adalah lebih luas daripada pengertian buah di atas dan biasanya disebut sebagai buah-buahan. Buah dalam pengertian ini tidak terbatas yang terbentuk dari bakal buah, melainkan dapat pula berasal dari perkembangan organ yang lain.
Buah seringkali memiliki nilai ekonomi sebagai bahan pangan maupun bahan baku industri karena di dalamnya disimpan berbagai macam produk metabolisme tumbuhan, mulai dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, alkaloid, hingga terpena dan terpenoid.
Berdasarkan kandungan karbohidrat dan nilai gizinya, buah sukun dapat digunakan sebagai sumber pangan lokal. Hampir seluruh bagian tanaman sukun dapat dimanfaatkan untuk keperluan hidup manusia. Diversifikasi produk dari sukun masih sangat terbatas, padahal sukun merupakan salah satu komoditas yang mudah rusak, sehingga harga sukun relatif murah. Upaya untuk meningkatkan daya guna sukun dan nilai ekonominya dapat dilakukan dengan menganekaragamkan jenis produk olahan sukun
Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Banyak bagian dari tanaman pisang ini yang memiliki potensi sebagai bahan pangan. Diantaranya bonggol pisang untuk obat dan makanan, cuka dari kulit pisang, roti dari kulit pisang, dendeng jantung pisang dan keripik bonggol pisang.
Usaha produksi tanaman hortikultura memiliki potensi beragam dalam hal menghasilkan bahan baku pakan bagi ternak. Potensi ini ditentukan oleh dua hal yaitu ,
1. Tersedia tidaknya produk sampingan, limbah atau hasil sisa baik yang berasal dari tanaman itu sendiri, maupun dari proses pengolahan hasil utamanya
2. Tersedia tidaknya lahan bagi pengembangan hijaua n pakan tanpa mengorbankan produksi tanaman hortikultura
Tanaman holtikultura yang bias dijadikan pakan diantaraya adalah limbah markisa, limbah nanas dan kulit pisang.
Untuk menghasilkan bahan baku pakan dari buah markisa diperlukan adanya industri yang mengolah buah markisa untuk menghasilkan produk utama berupa sari markisa. Proses pengolahan buah markisa untuk menghasilkan pakan ternak pada dasarnya hanya membutuhkan prosedur dan teknologi yang relative sederhana. Ada tiga prosedur yang telah diterapkan yaitu proses pengeringan, penggilingan dan pencampuran (blending). Selain itu, untuk meningkatkan mutu nutrisi, terutama kulit buah ma rkisa dapat pula dikombinasikan dengan proses fermentasi sebelum di blending.
Produksi buah nenas secara nasional mencapai sekitar 702 ribu ton per tahun dan secara potensi terdapat sekitar 596 ribu ton per tahun limbah segar nenas yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan ternak. Bila dikonversikan kedalam bahan kering dengan kadar air 24 %, maka terdapat potensi sebesar 143 ribu ton pertahun limbah nenas kering.
Teknologi pengolahan limbah nenas untuk menghasilkan bahan pakan ternak pada dasarnya serupa dengan pengolahan markisa. Sebagai pakan dasar, limbah nenas diharapakan dapat meminimalisisr ketergantungan akan pengadaan hijauan pakan bagi kebutuhan ternak.
Batang pisang yang tidak dipakai biasanya langsung dibuang atau untuk menahan laju air tapi selain itu batang pisang juga bisa digunakan untuk pakan ternak karena kandungan yang terkandung di dalam batang pisang dapat meningkatkan gizi pada ternak tersebut sehingga akan meningkatkan kualitas dari ternak tersebut.
Bagian tanaman pisang lainnya adalah kulit pisang yang ternyata bisa dijadikan pengganti batu batterai melalui tahapan tahapan pengolahan. Dibandingkan dengan membeli batu batere, dengan menggunakan limbah kulit pisang sebagai pengganti batu batere akan mengurangi limbah dari pisang selain itu akan meningkatkan nilai jual dari kulit pisang itu sendiri dan akan mengurangi penggunaan batu batere yang kurang ramahh lingkungan.

Wilayah Malang sebagai Produsen Buah-Buahan

BAB I
PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
Malang adalah sebuah kota yang terletak di Jawa Timur. Banyak wisatawan asing yang menjuluki kota Malang sebagai “ the most attractive city in Java” yang artinya kota yang paling menarik di Jawa. Kotanya, hawa udaranya, penduduknya dan lain sebagainya yang membuat banyak orang tertarik akan kota ini.
Sejak dulu kala Malang terkenal sebagai daerah penghasil produk-produk perkebunan yang unggul seperti kopi, teh,buah-buahan, sayur mayur, bunga dan lain lain.
Perkebunan dan daerah Malang terpacu perkembangannya semenjak tahun 1870, setelah keluarnya undang-undang pemerintah kolonial Belanda yang mengatur perkebunan tebu dan pertanian.
Selain itu juga ada berbagai macam hasil industri rakyat dan kerajinan seperti : produk-produk rotan, genting, bata, gerabah, terakota dan keramik, meubel, batik, industri rokok rakyat, berbagai makanan seperti keripik tempe

II. TUJUAN
Tujuan dibuatnya makalah ini yaitu untuk lebih mengetahui dan memahami mengenai segala hal yang menjadikan Malang sebagai salah satu wilayah produsen buah-buahan.


III. RUMUSAN MASALAH
Kota Malang terletak 90 km dari Surabaya, disisi selatan Jawa Timur. Kota kedua terbesar di Jawa Timur ini punya banyak hal yang menarik, selain nyaman dan memadai untuk hunian, juga ada banyak hal yang bisa membuat wisatawan menikmati kota ini.
Komoditi alamnya sendiri menjadi salah satu daya tarik bagi Kota Malang. Malang dikenal sebagai salah satu wilayah produsen buah-buahan. Salah satunya adalah buah apel. Buah apel menjadi salah satu buah yang identik dengan Kota Malang. Walaupun sebenarnya bukan hanya apel yang dihasilkan dari wilayah Malang ini.






BAB II
PEMBAHASAN


I. Kondisi Kota Malang
A. Kondisi Geografis
Terletak pada ketinggian antara 429 - 667 meter diatas permukaan air laut. 112,06° - 112,07° Bujur Timur dan 7,06° - 8,02° Lintang Selatan, dengan dikelilingi gunung-gunung :
1. Gunung Arjuno di sebelah Utara
2. Gunung Semeru di sebelah Timur
3. Gunung Kawi dan Panderman di sebelah Barat
4. Gunung Kelud di sebelah Selatan

B. Iklim
Kondisi iklim Kota Malang selama tahun 2006 tercatat rata-rata suhu udara berkisar antara 22,2 °C - 24,5 °C. Sedangkan suhu maksimum mencapai 32,3 °C dan suhu minimum 17,8 °C . Rata kelembaban udara berkisar 74% - 82%. dengan kelembaban maksimum 97% dan minimum mencapai 37%. Seperti umumnya daerah lain di Indonesia, Kota Malang mengikuti perubahan putaran 2 iklim, musim hujan, dan musim kemarau. Dari hasil pengamatan Stasiun Klimatologi Karangploso curah hujan yang relatif tinggi terjadi pada bulan Januari, Februari, Maret, April, dan Desember. Sedangkan pada bulan Juni, Agustus, dan Nopember curah hujan relatif rendah.

C. Keadaan Geologi
Keadaan tanah di wilayah Kota Malang antara lain :
1. Bagian selatan merupakan dataran tinggi yang cukup luas, cocok untuk industri
2. Bagian utara merupakan dataran tinggi yang subur, cocok untuk pertanian
3. Bagian timur merupakan dataran tinggi dengan keadaan kurang kurang subur
4. Bagian barat merupakan dataran tinggi yang amat luas menjadi daerah pendidikan
II. Komoditas Buah yang Dihasilkan oleh Kota Malang
A. Apel

1. Sejarah
Kota Batu, Malang, Jawa Timur dan apel seperti dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Alkisah, tanaman buah segar ini semula hanya berupa tanaman liar yang hidup di halaman rumah para meneer Belanda. Pada masa itu, warga Belanda yang tinggal di Batu sudah mengkonsumsi apel yang khusus didatangkan dari negara lain.
Tanaman apel liar ini berasal dari biji apel yang dibuang begitu saja. Karena bentuk batang pohon yang sebesar jari kelingking, serta buahnya sebesar buah kelereng yang tidak enak dimakan, maka keberadaannya tidak dianggap.
Sekitar tahun 1930-an datanglah seorang petani dan petualang asal Belanda, Tuan Kreben ke Malang, membawa benih apel dari kampung halamannya. Dia lah yang pertama kali menanam apel di daerah Nokojajar, Malang. Bukan di Batu atau Kecamatan Poncokusumo, sentra produksi apel Malang saat ini.
Muhammad Irwan dari Forum Komunikasi Petani Muda Poncokusumo mengatakan, masa keemasan apel di Poncokusumo dan Batu dimulai pada 1970-an. Petani yang semula menanam kopi berbondong-bondong beralih menjadi petani apel.
Masa keemasan apel juga dialami petani Poncokusumo lainya, Suratmadi. Sekitar tahun 80-an, biaya perawatan apel sangat murah. Suratmadi hanya mengeluarkan tiga juta rupiah untuk merawat 200 pohon. Hasil bersih yang diterima diatas 15 juta rupiah. Itu baru hasil sekali panen, sementara para petani bisa memanen dua kali setahun.
Keuntungan yang diberikan apel juga dirasakan petani di kota Batu yang berjarak 15 km sebelah barat Kota Malang.

2. Syarat tumbuh apel
a. Iklim
i. Curah hujan yang ideal adalah 1.000-2.600 mm/tahun dengan hari hujan 110-150 hari/tahun. Dalam setahun banyaknya bulan basah adalah 6-7 bulan dan bulan kering 3-4 bulan. Curah hujan yang tinggi saat berbunga akan menyebabkan bunga gugur sehingga tidak dapat menjadi buah.
ii. Tanaman apel membutuhkan cahaya matahari yang cukup antara 50-60% setiap harinya, terutama pada saat pembungaan.
iii. Suhu yang sesuai berkisar antara 16-27 derajat C.
iv. Kelembaban udara yang dikehendaki tanaman apel sekitar 75-85%.

b. Media Tanam
i. Tanaman apel tumbuh dengan baik pada tanah yang bersolum dalam, mempunyai lapisan organik tinggi, dan struktur tanahnya remah dan gembur, mempunyai aerasi, penyerapan air, dan porositas baik, sehingga pertukaran oksigen, pergerakan hara dan kemampuan menyimpanan airnya optimal.
ii. Tanah yang cocok adalah Latosol, Andosol dan Regosol.
iii. Derajat keasaman tanah (pH) yang cocok untuk tanaman apel adalah 6-7 dan kandungan air tanah yang dibutuhkan adalah air tersedia.
iv. Dalam pertumbuhannya tanaman apel membutuhkan kandungan air tanah yang cukup.
v. Kelerengan yang terlalu tajam akan menyulitkan perawatan tanaman, sehingga bila masih memungkinkan dibuat terasering maka tanah masih layak ditanami.

c. Ketinggian Tempat
Tanaman apel dapat tumbuh dan berbuah baik pada ketinggian 700-1200 m dpl. Dengan ketinggian optimal 1000-1200 m dpl.

3. Bahan olahan dari apel
Dari apel produksi Kota Malang dapat dibuat berbagai macam bahan olahan apel, yaitu diantaranya keripik apel, selai apel, sari apel, Sirup apel, manisan apel, dodol apel, jenang apel, dan jelly apel.



B. Jeruk

Syarat Tumbuh
a. Iklim
i. Kecepatan angin yang lebih dari 40-48% akan merontokkan bunga dan buah. Untuk daerah yang intensitas dan kecepatan anginnya tinggi tanaman penahan angin lebih baik ditanam berderet tegak lurus dengan arah angin.
ii. Tergantung pada spesiesnya, jeruk memerlukan 5-6, 6-7 atau 9 bulan basah (musim hujan). Bulan basah ini diperlukan untuk perkembangan bunga dan buah agar tanahnya tetap lembab. Di Indonesia tanaman ini sangat memerlukan air yang cukup terutama di bulan Juli-Agustus.
iii. Temperatur optimal antara 25-30 derajat C namun ada yang masih dapat tumbuh normal pada 38 derajat C. Jeruk Keprok memerlukan temperatur 20 derajat C.
iv. Semua jenis jeruk tidak menyukai tempat yang terlindung dari sinar matahari.
v. Kelembaban optimum untuk pertumbuhan tanaman ini sekitar 70-80%.

b. Media Tanam
i. Tanah yang baik adalah lempung sampai lempung berpasir dengan fraksi liat 7-27%, debu 25-50% dan pasir < 50%, cukup humus, tata air dan udara baik.
ii. Jenis tanah Andosol dan Latosol sangat cocok untuk budidaya jeruk.
iii. Derajat keasaman tanah (pH tanah) yang cocok untuk budidaya jeruk adalah 5,5–6,5 dengan pH optimum 6.
iv. Air tanah yang optimal berada pada kedalaman 150–200 cm di bawah permukaan tanah. Pada musim kemarau 150 cm dan pada musim hujan 50 cm. Tanaman jeruk menyukai air yang mengandung garam sekitar 10%.
v. Tanaman jeruk dapat tumbuh dengan baik di daerah yang memiliki kemiringan sekitar 300.

c. Ketinggian Tempat
i. Jenis Keprok Madura, Keprok Tejakula: 1–900 m dpl.
ii. Jenis Keprok Batu 55, Keprok Garut: 700-1.200 m dpl.
iii. Jenis Manis Punten, Waturejo, WNO, VLO: 300–800 m dpl.
iv. Jenis Siem: 1–700 m dpl.
v. Jenis Besar Nambangan-Madiun, Bali, Gulung: 1–700 m dpl.
vi. Jenis Jepun Kasturi, Kumkuat: 1-1.000 m dpl.
vii. Jenis Purut: 1–400 m dpl.

C. Nangka

Syarat Tumbuh
a. Iklim
i. Angin berperan dalam membantu penyerbukan bunga pada tanaman nangka.
ii. Pohon nangka cocok tumbuh di daerah yang memilki curah hujan tahunan rata-rata 1.500-2.500 mm dan musim keringnya tidak terlalu keras. Nangka dapat tumbuh di daerah kering yaitu di daerah-daerah yang mempunyai bulan-bulan kering lebih dari 4 bulan.
iii. Sinar matahari sangat diperlukan nangka untuk memacu fotosintesa dan pertumbuhan, karena pohon ini termasuk intoleran. Kekurangan sinar matahari dapat menyebabkan terganggunya pembentukan bunga dan buah serta pertumbuhannya.
iv. Rata-rata suhu udara minimum 16-21 derajat C dan suhu udara maksimum 31- 31,5 derajat C.
v. Kelembaban udara yang tinggi diperlukan untuk mengurangi penguapan.

b. Media Tanam
i. Pohon nangka dipelihara di berbagai tipe tanah, tetapi lebih menyenangi aluvial, tanah liat berpasir/liat berlempung yang dalam dan beririgasi baik.
ii. Umumnya tanah yang disukai yaitu tanah yang gembur dan agak berpasir. Pohon ini hidup pada tanah tandus sampai subur dengan kondisi reaksi tanah asam sampai alkalis. Bahkan pada tanah gambutpun pohon ini dapat tumbuh dan menghasilkan buah.
iii. Pohon nangka tahan terhadap pH rendah (tanah masam) dengan pH 6,0-7,5, tetapi yang optimum pH 6–7.
iv. Kedalaman air tanah yang cocok bagi pertumbuhan nangka adalah 1-2 m atau antara 1-2.5 m. Karena perakarannya sangat dalam, maka sebaiknya ditanam pada tanah yang cukup teball lapisan atasnya (kira-kira 1 m).

c. Ketinggian Tempat
Pohon nangka dapat tumbuh dari mulai dataran rendah sampai ketinggian tempat 1.300 m dpl. Namun ketinggian tempat yang terbaik untuk pertumbuhan nangka adalah antara 0-800 m dpl.




D. Rambutan

Syarat Tumbuh
a. Iklim
i. Dalam budidaya rambutan angin berperan dalam penyerbukan bunga.
ii. Intensitas curah hujan yang dikehendaki oleh pohon rambutan berkisar antara 1.500-2.500 mm/tahun dan merata sepanjang tahun
iii. Sinar matahari harus dapat mengenai seluruh areal penanaman sejak dia terbit sampai tenggelam, intensitas pancaran sinar matahari erat kaitannya dengan suhu lingkungan.
iv. Tanaman rambutan akan dapat tumbuh berkembang serta berbuah dengan optimal pada suhu sekitar 25 derajat C yang diukur pada siang hari. Kekurangan sinar matahari dapat menyebabkan penurunan hasil atau kurang sempurna (kempes).
v. Kelembaban udara yang dikehendaki cenderung rendah karena kebanyakan tumbuh di dataran rendah dan sedang. Apabila udara mempunyai kelembaban yang rendah, berarti udara kering karena miskin uap air. Kondisi demikian cocok untuk pertumbuhan tanaman rambutan.

b. Media Tanam
i. Rambutan dapat tumbuh baik pada lahan yang subur dan gembur serta sedikit mengandung pasir, juga dapat tumbuh baik pada tanah yang banyak mengandung bahan organik ataui pada tanah yang keadaan liat dan sedikit pasir.
ii. Pada dasarnya tingkat/derajat keasaman tanah (pH) tidak terlalu jauh berbeda dengan tanaman perkebunan lainnya di Indonesia yaitu antara 6-6,7 dan kalau kurang dari 5,5 perlu dilakukan pengapuran terlebih dahulu.
iii. Kandungan air dalam tanah idealnya yang diperlukan untuk penanaman pohon rambutan antara 100-150 cm dari permukaan tanah.
iv. Pada dasarnya tanaman rambutan tidak tergantung pada letak dan kondisi tanah, karena keadaan tanah dapat dibentuk sesuai dengan tata cara penanaman yang benar (dibuatkan bedengan) sesuai dengan petunjuk yang ada.

c. Ketinggian Tempat
Rambutan dapat tumbuh subur pada dataran rendah dengan ketinggian antara 30- 500 m dpl. Pada ketinggian dibawah 30 m dpl rambutan dapat tumbuh namun tidak begitu baik hasilnya.


E. Belimbing

Syarat Tumbuh
a. Iklim
i. Untuk pertumbuhan dibutuhkan keadaan angin yang tidak terlalu kencang, karena dapat menyebabkan gugurnya bunga atau buah.
ii. Curah hujan sedang, di daerah yang curah hujannya tinggi seringkali menyebabkan gugurnya bunga dan buah, sehingga produksinya akan rendah.
iii. Tempat tanamnya terbuka dan mendapat sinar matahari secara memadai dengan intensitas penyinaran 45–50 %, namun juga toleran terhadap naungan (tempat terlindung).
iv. Suhu dan kelembaban ataupun iklimnya termasuk tipe A (amat basah), B (agak basah), C (basah), dengan 6–12 bulan basah dan 0–6 bulan keing, namun paling baik di daerah yang mempunyai 7,5 bulan basah dan 4,5 bulan kering.

b. Media Tanam
i. Hampir semua jenis tanah yang digunakan untuk pertanian cocok pula untuk tanaman belimbing. Tanahnya subur, gembur, banyak mengandung bahan organik, aerasi dan drainasenya baik.
ii. Derajat keasaman tanah untuk tanaman belimbing yaitu memiliki pH 5,5–7,5.
iii. Kandungan air dalam tanah atau kedalaman air tanah antara 50–200 cm dibawah permukaan tanah.

c. Ketinggian Tempat
Ketinggian tempat yang cocok untuk tanaman belimbing yaitu di dataran rendah sampai ketinggian 500 m dpl.


F. Salak

Syarat Tumbuh
a. Iklim
i. Salak akan tumbuh dengan baik di daerah dengan curah hujan rata-rata per tahun 200-400 mm/bulan. Curah hujan rata-rata bulanan lebih dari 100 mm sudah tergolong dalam bulan basah. Berarti salak membutuhkan tingkat kebasahan atau kelembaban yang tinggi.
ii. Tanaman salak tidak tahan terhadap sinar matahari penuh (100%), tetapi cukup 50-70%, karena itu diperlukan adanya tanaman peneduh.
iii. Suhu yang paling baik antara 20-30°C. Salak membutuhkan kelembaban tinggi, tetapi tidak tahan genangan air.

a. Media Tanam
i. Derajat keasaman tanah (pH) yang cocok untuk budidaya salak adalah 4,5 - 7,5.
ii. Kebun salak tidak tahan dengan genangan air. Untuk pertumbuhannya membutuhkan kelembaban tinggi.
iii. Tanaman salak menyukai tanah yang subur, gembur dan lembab.

b. Ketinggian Tempat
Tanaman salak tumbuh pada ketinggian tempat 100-500 m dpl.

G. Durian

Syarat Tumbuh
a. Iklim
i. Curah hujan untuk tanaman durian maksimum 3000-3500 mm/tahun dan minimal 1500-3000 mm/tahun. Curah hujan merata sepanjang tahun, dengan kemarau 1-2 bulan sebelum berbunga lebih baik daripada hujan terus menerus.
ii. Intensitas cahaya matahari yang dibutuhkan durian adalah 60-80%. Sewaktu masih kecil (baru ditanam di kebun), tanaman durian tidak tahan terik sinar matahari di musim kemarau, sehingga bibit harus dilindungi/dinaungi.
iii. Tanaman durian cocok pada suhu rata-rata 20-30oC. Pada suhu 15oC durian dapat tumbuh tetapi pertumbuhan tidak optimal. Bila suhu mencapai 35o C daun akan terbakar.

b. Media Tanam
i. Tanaman durian menghendaki tanah yang subur (tanah yang kaya bahan organik). Partikel penyusunan tanah seimbang antara pasir liat dan debu sehingga mudah membentuk remah.
ii. Tanah yang cocok untuk durian adalah jenis tanah grumosol dan ondosol. Tanah yang memiliki ciri-ciri warna hitam keabu-abuan kelam, struktur tanah lapisan atas bebutir-butir, sedangkan bagian bawah bergumpal, dan kemampuan mengikat air tinggi.
iii. Derajat keasaman tanah yang dikehendaki tanaman durian adalah (pH) 5-7, dengan pH optimum 6-6,5.
iv. Tanaman durian termasuk tanaman tahunan dengan perakaran dalam, maka membutuhkan kandungan air tanah dengan kedalam cukup, (50-150 cm) dan (150-200 cm). Jika kedalaman air tanah terlalu dangkal/ dalam, rasa buah tidak manis/tanaman akan kekeringan/akarnya busuk akibat selalu tergenang.

c. Ketinggian Tempat
Ketinggian tempat untuk bertanam durian tidak boleh lebih dari 800 m dpl. Tetapi ada juga tanaman durian yang cocok ditanam diberbagai ketinggian. Tanah yang berbukit/yang kemiringannya kurang dari 15 kurang praktis daripada lahan yang datar rata.

H. Pisang

Syarat Tumbuh
a. Iklim
i. Iklim tropis basah, lembab dan panas mendukung pertumbuhan pisang. Namun demikian pisang masih dapat tumbuh di daerah subtropis. Pada kondisi tanpa air, pisang masih tetap tumbuh karena air disuplai dari batangnya yang berair tetapi produksinya tidak dapat diharapkan.
ii. Angin dengan kecepatan tinggi seperti angin kumbang dapat merusak daun dan mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
iii. Curah hujan optimal adalah 1.520–3.800 mm/tahun dengan 2 bulan kering. Variasi curah hujan harus diimbangi dengan ketinggian air tanah agar tanah tidak tergenang.

a. Media Tanam
i. Pisang dapat tumbuh di tanah yang kaya humus, mengandung kapur atau tanah berat. Tanaman ini rakus makanan sehingga sebaiknya pisang ditanam di tanah berhumus dengan pemupukan.
ii. Air harus selalu tersedia tetapi tidak boleh menggenang karena pertanaman pisang harus diari dengan intensif. Ketinggian air tanah di daerah basah adalah 50 - 200 cm, di daerah setengah basah 100 - 200 cm dan di daerah kering 50 – 150 cm. Tanah yang telah mengalami erosi tidak akan menghasilkan panen pisang yang baik. Tanah harus mudah meresapkan air. Pisang tidak hidup pada tanah yang mengandung garam 0,07%.

b. Ketinggian Tempat
Tanaman ini toleran akan ketinggian dan kekeringan. Di Indonesia umumnya dapat tumbuh di dataran rendah sampai pegunungan setinggi 2.000 m dpl. Pisang ambon, nangka dan tanduk tumbuh baik sampai ketinggian 1.000 m dpl.



BAB III
KESIMPULAN


Malang terletak didataran tinggi, lebih dari 400 meter diatas permukaan laut. Malang memiliki suhu temperatur yang sejuk yaitu antara 18-22o C. Dataran tinggi yang subur secara alami menjadikan daerah ini mudah ditumbuhi pohon-pohon hijau dengan aneka bunga warna-warni yang menawan serta buah-buahan. Salah satu buah yang terkenal dan identik dengan kota Malang adalah buah apel.
Malang memiliki hawa segar pegunungan karena dikelilingi oleh empat gunung berapi, yaitu Gunung Arjuna, Kawi, Semeru, dan Tengger. Selain itu, Malang juga merupakan daerah perbukitan yang dilewati tiga sungai besar yakni Brantas, Amprong dan Bango.
Karena kondisi geogarafisnya ini, Malang menjadi wilayah produsen buah-buahan. Terutama buah apel, nangka, pisang, jeruk, rambutan dan belimbing. Syarat-syarat tumbuh buah tersebut terpenuhi oleh keadaan geografis, serta iklim di Kota Malang. Olehh karena itu Malang cocok untuk menjadi tempat tumbuhnya buah-buahan dan itu berarti menjawab pertanyaan mengapa Malang menjadi salah satu wilayah produsen buah-buahan.

Friday, November 11, 2011

TEKNOLOGI PERBENIHAN I : Struktur Benih, Komposisi Kimia Benih, Proses Perkecambahan dan Tipe Perkecambahan.

BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Benih bisa diartikan sebgai organ generatif hasil fertilisasi putik oleh tepung sari yang ditujukan untuk perbanyakan. Seringkali benih disama artikan dengan biji, namun ditinjau dari segi fungsionalnya benih dan biji tidaklah sama. Benih tentu saja seperti pengertian di atas, digunakan untuk perbanyakan. Sedangkan biji tidak digunakan untuk perbanyakan.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Pertanian Bab I ketentuan umum pasal 1 ayat 4 disebutkan bahwa benih tanaman yang selanjutnya disebut benih, adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan atau mengembangbiakkan tanaman. (Sutopo, 2004).
Untuk dapat memanfaatkan benih dengan baik kita perlu memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang benih itu sendiri. Bagaimana struktur dan komonen komponen yang terkandung di dalam benih. Selain itu juga perlu diketahui bagaimana proses perkecambahannya sehingga dalam pengaplikasian pemanfaatan kita bias melakukan proses dengan benar dan tentunya memenuhi harapan utnuk dapat menghasilkan produk yang bermutu baik.


II. Maksud dan Tujuan
Maksud dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang diberikan pada Mata Kuliah Teknologi Pembenihan I dengan hal-hal yang dibahas yaitu struktur benih, komposisi kimia benih, proses perkecambahan, dan tipe perkecambahan. Makalah ini dibuat tak lain dengan tujuan agar dapat memahami bagaimana proses perkecambahan dan tiprnya, serta mengetahui bagaiman struktur benih serta komposisi kimia benih.


BAB II
PEMBAHASAN

I. Struktur Benih





1. Kulit benih (testa)
Kulit benih pada umumnya berasal dari integumen ovul yang mengalami modifikasi selama proses pembentukan biji berlangsung.
Pada legum biasanya terdapat dua lapis kulit benih. Lapisan sebelah dalam tipis dan lunak, sedangkan lapisan sebelah luar tebal dan keras fungsinya sebagai lapisan proteksi terhadap suhu, penyakit dan sentuhan mekanis

2. Jaringan cadangan makanan (food reserve)
Pada biji ada beberapa struktur yang dapat berfungsi sebagai jaringan penyimpan cadangan makanan, yaitu : Kotiledon (kelas dikotiledoneae), Endosperm (kelas monokotiledoneae), Perisperm (fam. Chenopodiaceae dan Caryophyllaceae), Scutellum (grasses/rumput-rumputan)
Cadangan makanan yang tersimpan pada biji umumnya terdri dari karbohidrat, lemak, protein, dan mineral. Komposisi dan persentasenya berbeda tergantung pada jenis biji.







3. Embrio
Embrio adalah suatu tanaman baru yang terjadi dari bersatunya gamet-gamet jantan dan betina pada suatu proses pembuahan. Embrio yang perkembangannya sempurna akan teriri dari struktur-struktur, calon pucuk, calon akar, cadangan makanan.
Embrio terdiri dari:
a. plumula (bakal daun)
b. radikula (bakal akar)
c. bakal batang (caulicalus atau hipokotil)
d. koleoptil (pada benih graminae)






II. Komposisi Kimia Benih
Komposisi kimia benih berlainan untuk setiap benih, tetapi secara umum digolongkan :
1. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan cadangan makanan utama benih, terutama pada tanaman serealia speperti padi, jagung, gandum. Benih berkarbohidrat akan tahan simpan. Karbohidrat yang terkandung dalam benih yaitu amilosa dan amilopektin, yang merupakan zat penting selama perkecambahan. Selain itu, beberapa benih tertentu mengandung hemiselulosa

2. Protein
Protein merupakan cadangan makanan utama leguminosae (kedelai). Berdasarkan keaktifan metabolisme, dikelompokkan atas protein yang aktif secara metabolis ( globulin dan albumin) dan yang non aktif ( glutelin dan prolamin). Berdasarkan kelarutannya protein pada benih digolongkan menjadi :
Albumin : larut dalam air pada kondisi netral atau sedikit asam mudah koagulasi karena panas. Contohnya leucosin (serealia), ricin (padi), legumelin
Globulin : tidak larut dalam air, larut dalam larutan garam relatif lebih sulit terkoagulasi karena panas. Contohnya vignin, glycinin (kedelai), arachin (kc. tanah)
Glutelin : larut dalam air, larutan garam dan etilalkohol. Contohnya glutenin
Prolamin : larut dalam etilalkohol 70 -90% , tidak larut dalam air. Contohnya gliadin (gandum, rye) dan zein (jagung)

3. Lemak
Lemak merupakan Cadangan makanan utama pada benih, misalnya kedelai, kacang tanah, kapas, bunga matahari, wijen dan lain-lain. Benih dengan kandungan lemak tinggi, daya simpan lebih rendah dibanding karbohidrat, terutama asam lemak tidak jenuh yang tinggi. Asam lemak tak jenuh dalam biji: oleat (1 ikatan ganda) dan linoleat (2 ikatan ganda), asam lemak jenuh palmitat (n=14).

4. Senyawa Lainnya
a. Tanin: umumnya pada kulit benih, menghambat aktivitas enzim. Contohnya benih cacao dan kacang2an
b. Alkaloid: senyawa komplek mengandung N. Contohnya cofein (kopi), nicotin (tembakau), theobromin (cacao)
c. Glukosida: reaksi antara gula dengan ≥ senyawa non-gula, Kristal. Contohnya saponin (biji tung), sangat beracun, amygdalin (almond, plum)
d. Fitin: persediaan P utama dalam benih. Pada serealia fitin terdapat pada lapisan aleuron, sumber P, Mg, dan K
e. Zat pengatur tumbuh
1) giberelin: berperan dalam proses perkecambahan
2) sitokinin: berperan dalam perkecambahan (pertumbuhan dan diferensiasi sel)
3) etilen: menghambat atau mendorong perkecambahan
4) asam absisik: menyebabkan dormansi
f. Vitamin: tanaman swasembada vitamin
1) Thiamin: berperan dalam pembelahan sel (perkembangan akar)
2) Asam askorbat: berperan dalam proses respirasi benih (perkecambahan)

III. Proses Perkecambahan
Perkecambahan merupakan proses pertumbuhan dan perkembangan embrio. Hasil perkecambahan ini adalah munculnya tumbuhan kecil dari dalam biji. Proses perubahan embrio saat perkecambahan adalah plumula tumbuh dan berkembang menjadi batang, dan radikula tumbuh dan berkembang menjadi akar.
Embrio yang tumbuh belum memiliki klorofil, sehingga embrio belum dapat membuat makanan sendiri. Pada tumbuhan, secara umum makanan untuk pertumbuhan embrio berasal dari endosperma. Perkecambahan biji berhubungan dengan aspek kimiawi. Proses tersebut meliputi beberapa tahapan, antara lain imbibisi, perombakan, translokasi, sintesis, respirasi, dan yang terakhir adalah pertumbuhan.


Beberapa biji segera mengalami perkembangan jika berada di kondisi lingkungan yang sesuai. Namun, beberapa biji yang lain berada dalam masa dormansi. Artinya, biji tersebut tidak tumbuh dan berkembang. Biji berada pada masa dormansi dapat dikarenakan tidak cocoknya kondisi lingkungan yang memungkinkan biji berkecambah.
Awal perkecambahan dimulai dengan berakhirnya masa dormansi pada biji. Berakhirnya masa dormansi pada biji ditandai dengan proses imbibisi. Proses ini akan menginduksi aktivitas enzim (biokatalisator yang berperan dalam metabolism) sehingga awal perkecambahan mulai berjalan. Setelah berakhirnya masa dormansi, tahap berikutnya tumbuhan akan melakukan proses perbanyakan sel atau pembelahan sel aktif, namun sel-sel yang dibentuk belum mengalami diferensiasi. Diferensiasi merupakan proses pertambahan jenis dan fungsi sel yang jelas. Setelah itu akan dibentuk organ-organ melalui proses organogenesis. Proses organogenesis berbagai organ yang berbeda bentuk serta berguna untuk melengkapi struktur dan fungsi mahluk hidup disebut perkembangan atau morfogeneis. Apabila daun sudah terbentuk, tumbhan sudah mampu melakukan proses fotosintesis. Proses fotosintesis akan menghasilkan energy. Energy ini akan digunakan untuk proses pertumbuhan dan perkembangan.
Biji dapat berkecambah karena di dalamnya terdapat embrio atau lembaga tumbuhan. Embrio atau lembaga tumbuhan ini memiliki tiga bagian, yaitu akar lembaga/calon akar (radikula), daun lembaga atau kotiledon, dan batang lembaga atau kaulikulus.
Banyak factor yang mengontrol proses perkecambahan biji, baik yang bersifat internal dan eksternal. Secara internal proses perkecambahan biji ditentukan keseimbangan antara promoter dan inhibitor perkecambahan, terutama asam gliberelin (GA) dan asam abskisat (ABA). Faktor eksternal yang merupakan ekologi perkecambahan meliputi air, suhu, kelembaban, cahaya, dan adanya senyawa-senyawa kimia tertentu yang berperilaku sebagai inhibitor perkecambahan.
Proses perkecambahan dipengaruhi oleh oksigen, suhu, dan cahaya. Oksigen dipakai dalam proses oksidasi sel untuk menghasilkan energi. Perkecambahan memerlukan suhu yang tepat untuk aktivasi enzim. Perkecambahan tidak dapat berlangsung pada suhu yang tinggi, karena suhu yang tinggi dapat merusak enzim. Pertumbuhan umumnya berlangsung baik dalam keadaan gelap. Perkecambahan memerlukan hormone auksin dan hormone ini mudah mengalami kerusakan pada intensitas cahaya yang tinggi. Karena itu di tempat gelap kecambah tumbuh lebih panjang daripada di tempat terang.



IV. Tipe Perkecambahan
Berdasarkan posisi kotiledon dalam proses perkecambahan terbagi atas :
a. Perkecambahan Epigeal
Perkecambahan epigeal merupakan perkecambahan yang ditandai dengan bagian hipokotil terangkat ke atas permukaan tanah. Kotiledon sebagai cadangan energy akan melakukan proses pembelahan dengan sangat cepat untuk membentuk daun. Perkecambahan tipe ini misalnya terjadi pada kacang hijau (Phaseolus radiatus) dan tanaman jarak.
b. Perkecambahn Hipogeal
Perkecambahn hipogeal merupakan perkecambahan yang ditandai dengan terbentuknya bakal batang yang muncul ke permukaan tanah, sedangkan kotiledon tetap berada di dalam tanah (hipokotil tetap berada di dalam tanah). Contoh tipe ini terjadi pada kacang kapri (Pisum sativum) dan jagung.
BAB III
PENUTUP
I. Kesimpulan
Benih bisa diartikan sebgai organ generatif hasil fertilisasi putik oleh tepung sari yang ditujukan untuk perbanyakan.
Struktur Benih terbagi atas tiga, yaitu Kulit benih (testa), Jaringan cadangan makanan (food reserve) dan Embrio yang perkembangannya sempurna, akan memiliki plumula (bakal daun), radikula (bakal akar), bakal batang (caulicalus atau hipokotil) dan koleoptil (pada benih graminae).
Di dalam benih terkandung komposisi-komposisi kimia yang menyokong pertumbuhan benih itu sendiri. Komponen kimia tersebut adalah Karbohidrat , Protein, Lemak dan Senyawa Lainnya seperti Tanin, Alkaloid, Glukosida, Fitin, Zat pengatur tumbuh dan Vitamin (untuk tumbuhan swasembada vitamin).
Perkecambahan merupakan proses pertumbuhan dan perkembangan embrio. Tipe perkecambahan terdiri atas dua tipe, yaitu tipe epigeal dan hypogeal. Perkecambahan epigeal merupakan perkecambahan yang ditandai dengan bagian hipokotil terangkat ke atas permukaan tanah. Perkecambahn hipogeal merupakan perkecambahan yang ditandai dengan terbentuknya bakal batang yang muncul ke permukaan tanah, sedangkan kotiledon tetap berada di dalam tanah (hipokotil tetap berada di dalam tanah). Proses perkecambahan biji terjadi melalui proses-proses:
1. Imbibisi  absorbsi air
2. Perombakan  metabolism pemecahan materi cadangan makanan
3. Translokasi  transpor materi hasil pemecahan dari endosperm ke embrio yang aktif tumbuh.
4. Sintesis  Proses-proses pembentukan kembali materi-materi baru.
5. Respirasi
6. Pertumbuhan


DAFTAR PUSTAKA


Aryulina Diah, Choirul Muslim, dkk. 2007. Biologi 3 SMA dan MA untuk kelas XII . Jakarta: Esis
http://id.shvoong.com/books/1928624-perkecambahan/#ixzz1X7fAIvWJ
http://www.scribd.com/doc/57223494/struktur-komposisi-benih
Slide 23500545-PERKECAMBAHAN-BENIH
Slide DASTEKBEN(2) : Struktur dan Komposisi Kimia Benih. Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran 2009
Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Malang: Fakultas Pertanian UNBRAW

Gambar
http://www.seedbilogy.de
http://jxb.oxfordfournals.org
http://pcp.oxfordjournals.org
http://dedeisanimemaniak.blogspot.com
www.google.com

Monday, August 1, 2011

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Akses Petani terhadap Lembaga Keuangan


Selama ini, banyak pihak menganggap yang terpenting dalam sektor pertanian adalah masalah teknis untuk meningkatkan hasil panen. Padahal ada banyak aspek lain dalam pertanian yang juga penting dan perlu mendapat perhatian serius. Salah satu aspek itu adalah aspek pembiayaan usaha tani. Pembiayaan usaha tani sendiri tersusun dari banyak komponen seperti pendapatan dari pemasaran produkpertanian, subsidi pemerintah, dan kredit dari lembaga keuangan.
Di Indonesia, aspek pembiayaan usaha tani ini belum mendapat perhatian serius dari pemerintah dan lembaga keuangan formal. Petani masih bergulat dengan pembiayaan usaha taninya. Penyebab mendasar adalah tidak adanya jaminan harga dan jaminan pembelian komoditas pertanian. Ini memaksa petani—terutama petani skala kecil—terus “berjudi” dengan usaha mereka. Setiap saat mereka harus siap merugi. Bisa karena serangan hama penyakit, harga komoditas pertanian yang jatuh di pasaran, atau tidak terserap pasar karena kualitas buruk.
Lembaga keuangan formal biasanya menganggap sektor pertanian adalah sektor penuh risiko terkait jaminan harga dan jaminan pembelian komoditas yang tidak stabil. Ketidakpastian usaha akibat serangan hama, harga yang jatuh di pasaran, atau tidak laku di pasar karena kualitas yang buruk adalah beberapa realitas yang dialami petani. Selain itu, ada juga ketergantungan pemenuhan modal kerja untuk pembelian sarana produksi dari tengkulak atau pemodal. Ini menyebabkan penentuan harga jual rendah yang tidak bisa ditolak oleh petani. Perlu lebih banyak lembaga-lembaga keuangan mikro pedesaan yang memudahkan petani mengakses modal untuk membiayai usaha taninya.

Dalam upaya membangun sektor pertanian sebagai landasan perekonomian dan meningkatkan pendapatan rakyat kecil demi pemerataan hasil pembangunan, pemerintah Indonesia telah melaksanakan program–program perkreditan yang ditujukan kepada petani dan pengusaha kecil sejak Repelita I.
Dimulai dengan kredit Bimas (Bimbingan Massal) pada tahun 1972, muncullah banyak program kredit untuk komoditas lainnya, Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kinerja Permanen (KMKP), sampai Kredit Usaha Tani (KUT) pada akhir pemerintahan Orde Baru. Ciri umum kredit program pemerintahan adalah bersuku bunga murah, berjangka waktu cukup lama, memperoleh dana likuiditas dari bank sentral, dan resiko kreditnya ditanggung pemerintah. Karena kebijakan kredit pertanian semacam ini lazim dilaksanakan di negara berkembang selama lebih dari dua dasawarsa, maka sering disebut sebut sebagai program kredit “tradisional” atau “konvensional”.
Sementara itu, di pedesaan sendiri rakyat telah lama memiliki lembaga-lembaga keuangan “lokal” atau “tradisional” yang melayani kebutuan mereka berazaskan swadaya dan pendekatan pasar. Lembaga-lembaga tersebut disebut “lembaga keuangan pedesaan” (LKP) atau yang akhir-akhir ini lebih dikenal dengan sebutan ”lembaga keuangan mikro” (LKM). LKP yang menjadi obyek penelitian ini adalah kelompok swadaya masyarakat (KSM), Badan Kredit Desa (BKD), dan Badan Kredit Kecamatan (BKK). LKP tersebut, selain kurang memperoleh perhatian, juga secara ironis terkena dampak dari kebijakan yang memberikan prioritas kepada program-program kredit murah bersubsidi dan pendirian LKP-LKP baru versi beberapa departemen
 Dalam perjalanannya program-program tersebut memang telah mencapai tujuannya, namun juga ada hal – hal yang tidak memuaskan pada lembaga keuangan yang melaksanakannya. Hal-hal tersebut diantaranya :
1.        Rendahnya tingkat pelunasan kredit
2.        Rendahnya moralitas di bidang perkreditan aparat pelaksana
3.        Rendahnya tingkat mobilisasi dana masyarakat.
Selain adanya hal-hal yang tidak memuaskan pada lembaga keuangan yang melaksanakannya, lembaga keuangan formal juga memiliki kelemahan-kelemahan yang menjadi kendala bagi petani terhadap akses pada lembaga keuangan formal. Hal-hal terseut diantaranya, yaitu :
1.        Jangkauan pelayanan kredit atau pembiayaan masih sangat terbatas. Bahkan untuk bank tertentu masih ada yang hanya melayani masyarakat sekitar kota kabupaten atau kota kecamatan
2.        Persyaratna atau aplikasi pengajuan kredit masih sangat sukar sehingga tidak semua masyarakat dapat mengakses pinjaman yang disalurkan. Terlebih lagi untuk sector pertanian yang dipandang sangat berisiko, pihak perbankan cenderung lebih berhati-hati lagi
3.        Jangka waktu proses pencairan kredit relative lama karena harus ada screening dan checking
4.        Biaya transaksi masih dianggap terlalu besar
5.        Persyaratan agunan dengan menetapkan barang yang telah memiliki kekuatan hokum formal (sertifikat / BPKB) dirasa masih cukup memberatkan
6.        Penilaian terhadap nilai agunan cenderung sangat underestimate sehingga sangat berpengaruh terhadap nilai pinjaman yang diberikan.
Secara garis besar, factor yang sangat menonjol dalm akses petani terhadap badan keuangan formal adalah petani Indonesia yang masih sangat lemah mengakses sumber-sumber permodalan formal, disebabkan lemahnya kepemilikan modal, prosedur yang tidak sederhana dan persayaratan kolateral yang harus dipenuhi oleh petani. Serta pihak perbankan tidak tertarik untuk membiayai sektor pertanian yang dipandang berisiko tinggi, baik karena gangguan alam seperti banjir dan kekeringan, serangan hama dan penyakit tanaman, maupun fluktuasi harga output.


STUDI KASUS
Penyerapan Kredit Pertanian Masih Rendah
Siwi Nurbiajanti | Benny N Joewono | Kamis, 31 Maret 2011 | 21:48 WIB
TEGAL, KOMPAS.com — Penyerapan kredit untuk sektor pertanian di wilayah eks Karesidenan Pekalongan, Jawa Tengah, masih rendah. Data dari Bank Indonesia Tegal, Kamis (31/3/2011), penyerapan kredit untuk sektor tersebut masih kurang dari 3 persen.
Pada triwulan IV 2010, penyerapan kredit sektor pertanian di wilayah itu sekitar 2,54 persen dari total kredit yang disalurkan bank-bank umum dan BPR. Nilai kredit pertanian pada triwulan IV 2010 sebesar Rp 283 miliar, pada triwulan III sebesar Rp 301 miliar, pada triwulan II sebesar Rp 275 miliar, dan pada triwulan I sebesar Rp 231 miliar.
Kredit yang disalurkan di eks Karesidenan Pekalongan terkonsentrasi pada sektor lainnya (konsumtif), sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta sektor industri pengolahan. Pangsa kredit sektor-sektor tersebut masing-masing sekitar 56,77 persen, 28,19 persen, dan 7,52 persen.
Pimpinan Bank Indonesia Tegal Yoni Depari, di sela-sela Workshop Upaya Stabilisasi Harga dan Peningkatan Produktivitas Pertanian", di kantor BI Tegal, mengatakan, penyerapan kredit pertanian masih rendah karena kredit sektor pertanian dianggap memiliki risiko tinggi. "Hal itu akibat fluktuasi harga pertanian yang tinggi. Jadi, bank tidak berani memberi kredit," katanya.
Padahal, potensi petani sangat besar karena sekitar 60 persen penduduk di Indonesia bekerja di sektor pertanian. Oleh karena itu, salah satu upaya mendorong peningkatan penyerapan kredit sektor pertanian dengan menstabilkan harga produk pertanian.
Hal itu, antara lain, melalui pembentukan kluster komoditas pertanian. BI Tegal, lanjutnya, juga akan melakukan survei bagi para petani yang dinilai layak mendapatkan kredit dari bank.
Melalui survei itu akan dibuat database sektor pertanian, nama-nama petani pelaku, dan produk pertanian yang dihasilkan sehingga bisa dijadikan acuan bagi bank dalam menyalurkan kredit.
Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Tegal Karwadi mengatakan, pemerintah daerah terus mendidik dan membimbing petani dengan teknologi sehingga bisa menghasilkan produk yang berkualitas. "Pemkab Tegal juga mendidik petani agar membentuk kluster pertanian. Dengan kluster, pasar terjamin, sehingga bank percaya," ujarnya.
Rintisan kluster pertanian di Kabupaten Tegal dimulai sejak lima tahun lalu, berupa kuster jagung. Saat ini, kluster-kluster pertanian sudah banyak terbentuk di Kabupaten Tegal, antara lain kluster pepaya, nanas, hortikultura (cabai, kubis, dan kentang), serta kluster melati.

PEMBAHASAN KASUS
Kasus yang terjadi di Bank Indonesia di Tegal, dimana pada triwulan IV 2010, penyerapan kredit sektor pertanian di wilayah itu sekitar 2,54 persen dari total kredit yang disalurkan bank-bank umum dan BPR memang begituah pada kenyataannya di lapangan. Nilai kredit pertanian pada triwulan IV 2010 sebesar Rp 283 miliar, pada triwulan III sebesar Rp 301 miliar, pada triwulan II sebesar Rp 275 miliar, dan pada triwulan I sebesar Rp 231 miliar.
Dari data tersebut dapat dilihat penurunan persentase penyerapan kredit sector pertanian dari tiap triwulan ke triwulan. Penurunan dan rendahnya persentase penyerapan kredit sector pertanian ini menurut saya memang tidak akan berbeda jauh dari factor-faktor akses petani terhadap lembaga keuangan formal. Sektor pertanian memang sektor yang beresiko tinggi ditinjau dari hasil produksinya. Maksud beresiko tinggi di sini tak lain karena produk pertanaian di Indonesia yang punishable dan dalam proses budidayanya masih sangat bergantung pada kondisi alam. Contohkan saja pada salah satu produk pertanian, sayur-sayuran. Sayur-sayuran adalah produk pertanian yang mudah rusak.  Misalnya saja kol yang dibudidayakan di Lembang dan hendak di distribusikan ke daerah lain di luar Jawa. Dalam perjalanannya, jika tidak tercover dengan baik maka kol bisa mengalami kerusakan dan kerusakan tersebut bias menimbulkan kebusukan. Jika sudah terjadi hal seperi  itu, maka tentu saja nilai jualnya akan turun. Hal seperti ini lah yang ditakutkan oleh pihak bank untuk memberikan kredit pertanian.

KESIMPULAN
Sebenarnya, banyak pelajaran telah kita peroleh. Kemajuan negara-negara umumnya sangat ditentukan oleh kemajuan pertaniannya. Kemajuan pertanian bukan hanya diperlihatkan oleh peningkatan produktivitas, efisiensi dan daya saing produk-produk pertaniannya semata, tetapi lebih kepada kemajuan dan kesejahteraan masyarakat petani dan perdesaan, dalam suatu proses transformasi ekonomi yang terjadi secara berkelanjutan apabila pertanian tumbuh menjadi sektor yang kuat dan sehat. Akar dari berkembangnya proses tersebut dicirikan oleh berkembangnya industri-industri berbasis pertanian sebagai landasan kokoh dari perkembangan perekonomian suatu negara maju. Kemajuan-kemajuan yang dicapai Jepang, Korea Selatan, Malaysia dan Thailand dapat dijadikan cermin bagi Indonesia.

source

Jurnal Ekonomi Rakyat EDITORIAL (Edisi 2011-01-10)POLITIK PERTANIAN YANG MENSEJAHTERAKAN PETANI”

“Peran perbankan nasiona dalam pembiayaan sector pertanian di Indonesia” oleh  Pusat Analisil Sosial Ekonomi Pertanian dan Kebijakan Pertanian
 

Sunday, July 31, 2011

This I Start My Blog

Hollaaaaaa everyone, please let me introduce my self...
My name is Fitri Utami Hasan. you can call me fitri or pitty --> sounds more friendly ;)

What am i doing now? Well, this is my first day in Ramadhan and I start my blog. Mmmm now, i study at Universitas Padjajaran. I passed the exam and now holiday time yaaaaaaaaay :) I'll start my new semester (3rd) on August 15th. 

Next I'll write anything I know to share with all of you ;) and wish it will be useful guys. It can be 'bout love , life mmmm teenage life! hahaha. It can be more 'bout agriculture I guess. Cause I'm part of tht. 

Last thing I wanna say... mistakes r a part of being human. Appreciate your mistakes for wht they r : precious life lessons tht can only be learned the hard way. Unless it's a fatal mistake, which, at least, others can learn from ;)  

XOXO